Sepenggal Cerita dari Negeri di atas Awan, Dieng.
Begitulah kira-kira kesepakatan kami ketika akan berangkat menuju Dieng. Akomodasi yang tidak sesuai dengan ekspektasi membuat beberapa orang dari kami jadi malas untuk melakukan perjalanan.
Perjalanan dimulai pada hari Minggu pukul 02.00 tanggal 11 Desember 2016 di Rest Area KM 102 tol Cipali. Perjalanan kami saat itu sangat lancar karena dilakukan pada dini hari. Pukul 04.30 kami berhenti di Mesjid Agung Brebes untuk sholat Subuh, setengah jam kemudian perjalanan pun dilanjutkan.
Pukul 06.30 kami berhenti di Pekalongan untuk sarapan. Aku lupa kami berhenti di jalan apa, yang pasti sih jalanannya lurus (hehe). Di pinggir jalan banyak sekali para pedagang yang menjajakan menu-menu untuk sarapan, dan aku tertarik untuk mencicipi nasi megono. Ada yang belum tau apa itu nasi megono? Yuk sini aku kasih tau (mulai sok). Jadi, nasi megono itu terbuat dari buah nangka muda yang dicincang sangat kecil dan dicampur dengan parutan kelapa. Rasanya? Enak bangeeeet. Tapi sayangnya nasi megono yang aku beli waktu itu porsinya sedikit sekali, kalo menurut adekku sih porsinya pas. Mungkin ada yang salah dengan kapasitas perutku (hehe). Tapi sesuai sih dengan harganya yang murah. Cuma dua ribu rupiah!!! Saking semangatnya makan, aku gak sempat mengabadikan penampakan nasi megono ini. Ini gambar nasi megono yang aku dapat dari mbah Google.
![]() |
Nasi Megono |
Pukul 11.00 kami tiba di homestay. Saat itu cuaca sedikit mendung, membuat udara semakin dingin. Dari kamar homestay terlihat perkampungan warga dan jalanan yang berkelok-kelok, juga gumpalan awan tebal yang membuat pemandangan terlihat indah.
![]() |
Pemandangan dari homestay |
Setelah sholat Dzuhur, kami berangkat menuju destinasi wisata yang pertama, Batu Ratapan Angin.
![]() |
Arah menuju Batu Ratapan Angin |
Untuk sampai ke Batu Ratapan Angin, kami harus melewati jalan setapak berbatu yang cukup menanjak. Walaupun jalannya nanjak, kami gak merasa capek karena di sepanjang jalan tersaji pemandangan yang indah. Setelah sekitar 100 meter berjalan dari pos penjagaan akhirnya kami sampai di Batu Ratapan Angin. Sesampainya di atas Batu Ratapan Angin, pemandangan menakjubkan Telaga Kembar terpampang nyata (a la Syahrini, hehe).
![]() |
Telaga Kembar dilihat dari Batu Ratapan Angin |
Disana kami tidak melupakan hal yang super wajib, yaitu foto-foto (hehe). Dimanapun dan kapanpun foto-foto gak boleh kelewat, apalagi di tempat yang kece begini, sayang banget kalo gak foto-foto. Dari foto pemandangan, selfie sampai wefie pun kami lakukan, walaupun harus antri dengan pengunjung lainnya untuk dapetin spot yang oke.
Setelah puas berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan menuju Dieng Plateau Theatre. Di Dieng Plateau Theatre kami menonton film dokumenter mengenai sejarah Dieng, fenomena alam yang terjadi di Dieng, adat dan tradisi masyarakat Dieng. Selesai menonton film dokumenter, kami melanjutkan ke destinasi yang selanjutnya, Kawah Sikidang.
![]() |
Area Kawah Sikidang |
Disana kami disuguhi pemandangan berupa kolam luas yang berisi campuran air dan lumpur yang mendidih juga kepulan asap uap belerang yang pekat. Pemandangan tersebut menjadi semakin eksotis dengan adanya area perbukitan yang mengelilingi area kawah.
Saat berjalan disekitar area kawah utama, aku sempat menemukan lubang luapan lumpur yang kecil. Konon nama Sikidang diberikan oleh penduduk setempat karena karakteristik yang unik dari kawah ini, dimana terdapat lubang-lubang luapan lumpur yang cukup banyak dan selalu berpindah-pindah tempat seperti seekor kidang (rusa) yang selalu melompat dari suatu tempat ke tempat lain. Disana juga banyak ditemui pohon-pohon tanpa daun yang sudah mati yang membuat pemandangan semakin menarik. Hal yang disayangkan menurutku adalah keberadaan beberapa tulisan-tulisan besar di spot-spot sekitar area kawah yang membuat kesan tidak alami.
![]() |
Kawah Sikidang |
Jalan-jalan di hari pertama kami tutup dengan menyambangi Komplek Candi Arjuna. Komplek Candi Arjuna merupakan komplek candi tertua di Pulau Jawa dan merupakan peninggalan umat Hindu. Ada lima candi mungil yang berada di area Komplek Candi Arjuna. Komplek Candi Arjuna ini merupakan tempat ruwatan anak gimbal Dieng dalam acara budaya tahunan yang dikenal dengan Dieng Culture Festival.
![]() |
Komplek Candi Arjuna |
![]() |
Candi Arjuna |
Sebelum kembali ke homestay, kami mencicipi kuliner khas Wonosobo yaitu mie ongklok.
![]() |
Mie Ongklok |
2nd Day
Dinginnya udara membuat kami malas untuk beranjak dari tempat tidur. Rencana untuk siap-siap pukul 02.00 pun gagal. Kami lebih memilih menghangatkan badan di bawah selimut tebal. Tepat pukul 03.00 kami baru mulai untuk siap-siap, 03.30 kami berangkat dari homestay menuju Bukit Sikunir.
Ketika turun dari mobil kami langsung merasakan hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang. Jaket tebal yang kami kenakan tidak mampu mengusir hawa dingin Sikunir, tapi kami harus tetap berjalan menuju Sikunir untuk melihat Golden Sunrise yang katanya paling indah di Indonesia. Kami berjalan mulai dari area parkir, banyak sekali wisatawan yang juga ingin menyaksikan matahari terbit di Sikunir. Di pinggir-pinggir jalan banyak pedagang yang menjual makanan ringan dan minuman hangat untuk orang-orang yang ingin beristirahat sejenak.
Trek menuju Sikunir tergolong cukup mudah karena jalannya rata-rata tanah dan sebagian sudah dirapihkan dengan batu-batu, malah ada yang sudah diberi pagar pegangan namun tetap saja bikin capek karena jalannya menanjak. Karena semalam wilayah Dieng diguyur hujan maka kami harus berhati-hati saat berjalan karena jalanan sangat licin.
Setelah sekitar setangah jam berjalan akhirnya kami sampai di Bukit Sikunir. Padatnya orang-orang di tanah bukit yang cuma seuprit itu udah kayak kerumunan orang lagi ngantri tiket kereta api di stasiun pas lebaran. Rame banget. Kami harus nyempil-nyempil untuk dapetin spot yang oke.
Semua mata tertuju pada langit gelap tempat kehadiran sang fajar. Sekitar pukul 04.30 terjadi perubahan warna langit secara perlahan dari gelap menjadi terang seiring datangnya mentari. Pemandangan langit biru yang bercampur dengan kuning emas memanjakan mata kami. Gagahnya Sindoro, Sumbing, Merapi dan Merbabu dari kejauhan pun bisa kami nikmati dari Sikunir. Hamparan awan dan kabut menambah keindahan pada pagi itu, memberi kesan bahwa kami benar-benar sedang berada di Negeri di atas awan, hehe. Berbekal kamera handphone seadanya aku mencoba mengabadikan pemandangan pagi itu, tidak lupa selfie dan wefie tentunya, walaupun harus berdesak-desakan dengan pengunjung lain, hehe. Setelah puas berfoto kami langsung menuruni bukit untuk menuju ke parkiran. Walaupun momen matahari terbit sudah lewat tapi masih banyak pengunjung yang baru akan menaiki Bukit Sikunir.
Sebelum sampai di parkiran, kami jajan dulu karena perut kami lapar, maklumlah kami tidak sempat sarapan. Kami membeli bubur sumsum, kentang goreng, mendoan dan tahu goreng, dan itu semua belum membuat kami kenyang --".
Setelah sampai di parkiran, kami langsung naik mobil untuk melanjutkan ke destinasi selanjutnya, yaitu Telaga Warna.
Dari parkiran terlihat tenda-tenda di pinggir sebuah telaga yang bernama Telaga Cebong. Ternyata di sekitar Telaga Cebong memang dijadikan area camping. Aku jadi nyesel karena gak nyoba camping di Telaga Cebong. Tapi gak kebayang juga sih gimana dinginnya udara di Telaga Cebong kalau malam hari.
![]() |
Telaga Cebong |
![]() |
Area Camping di Telaga Cebong |
![]() |
Telaga Warna |
![]() |
Goa Semar |
![]() |
Pohon carica. Source : www.wisatadieng.com |
![]() |
Manisan carica. Source : www.wisatadieng.com |
0 comments